PembaruanAjaran Agama (Bid'ah) di era Jahiliyah merupakan bentuk praktik keagamaan yang dibuat-buat sendiri oleh masyarakat Jahiliyah. Praktik bid'ah muncul di saat tidak adanya ilmu dan lenyapnya keberadaan ulama. Beberapa bentuk bid'ah di era Jahiliyah memiliki kesamaan dengan bid'ah jaman sekarang. Pembaruan Ajaran Agama.
TikTokvideo from Elisa darmin (@elisadarmin05): "pada zaman dahulu 😊". Zaman Dahulu Kala.
Belikoleksi Pada Zaman Dahulu Kala online lengkap edisi & harga terbaru November 2021 di Tokopedia! ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Kurir Instan ∙ Bebas Ongkir ∙ Cicilan 0%.
BeliPada Zaman Dahulu Kala Online terdekat di Jakarta Barat berkualitas dengan harga murah terbaru 2021 di Tokopedia! Pembayaran mudah, pengiriman cepat & bisa cicil 0%. Download Tokopedia App. Tentang Tokopedia Mitra Tokopedia Mulai Berjualan Promo
JAHILIYAH Siapa yang tidak tahu dengan ini, Pengertian Jahiliyah dalam hal ini bermakna tidak menggunakan "hati" dan atau "pikiran" mereka. Masih ingat salah satu bait lagu Bimbo yang sangat populer "bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar". Seperti itulah gambaran Jahiliyah, mereka tahu bahwa yang mereka lakukan
cara pengurangan bersusun panjang kelas 2 sd. Jahiliyah Modern?Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah Shubhanahu wa ta’alla, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'alaihi wasallam-, keluarga dan para bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'duPengertian Arab dan siapa yang dimaksud dengan merekaBerkata Ibnu Mandhur, "al-Urub dan al-Arab, adalah sebuah generasi dari manusia yang lebih dikenal dengan lawan al-A'jam non Arab, dan kata Arab menunjukan bentuk tunggal".[1] Dan al-'Arab secara bahasa bermakna sahara atau gurun padang pasir. Tanah tandus yang tidak berair tidak pula ada tanamannya. Dan kata ini sering diartikan secara bebas dari zaman dulu pada dua hal1. Jazirah Kaum yang tinggal dipadang pasir dan menjadikan sebagai tempat menetapnya.[2]Dalam hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Nama Arab pada asalnya nama bagi suatu kaum yang terkumpul tiga sifat padanya, yaitu1. Lisan mereka berbahasa Mereka adalah anak keturunan orang Tempat tinggal mereka berada ditanah Arab, yaitu Jarirah Arab".[3]Adapun yang dimaksud dengan Jarizah Arab, secara geografis letaknya berada, dari arah barat mulai dari laut merah dan jazirah Sinai, dari arah timur mulai dari teluk arab dan sebagian besar negeri Irak bagian selatan, dan dari arah selatan mulai dari laut Arab yang memanjang hingga laut India, dan dari arah utara mulai dari negeri Syam dan sebagian negeri Irak, dengan adanya perbedaan perbatasan pada sebagian distrik [4], hingga semenanjung laut Arab dan sungai euphrat, dan tidak dijumpai dari sisi sebelah utara yang membatasi dengan ahli geografi menamakan Arab dengan orang yang pertama kali tinggal di Jazirah Arab, walaupun air tidak dijumpai dari berbagai arah.[5]Begitu pula nama ini sering dipakai untuk menjelaskan sebuah pemukiman, mengacu pada ucapannya sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, seperti dinukil oleh Yaqut al-Hamawi[6] didalam kitabnya Mu'jamul Buldan menukil dari Hisyam bin Muhammad bin as-Saib al-Kalbi.[7]Adapula ulama yang menyebut negeri Arab dengan sebuah Jazirah yang dikelilingi oleh sungai dan lautan dari segala sisi dan penjurunya [8], mereka menggambarkan seperti negeri ditengah lautan. Dan diperkirakan luasnya antara satu juta mil hingga satu juta tiga ratus ribu mil.[9]Kenapa dinamakan ArabPara ulama berselisih menjadi beberapa pendapat, diantaranya Seperti yang dikatakan oleh al-Alusi [10], beliau menuturkan, "Sesungguhnya Arab, mereka adalah kaum yang telah dikenal oleh umat-umat yang lain, dengan sifat-sifatnya, seperti jelas ketika berbicara, mempunyai kata-kata yang fasih, oleh karena itu mereka dinamakan dengan nama ini, terambil dari kefasihan. Diambil dari ucapan mereka, 'Keterangan seseorang manakala mengemukakan apa yang ada dalam hatinya'. Maksud jika dirinya menerangkan secara jelas dan gamblang".[11] Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Mandhur, beliau menjelaskan, "Sesungguhnya orang pertama yang Allah Shubhanhu wa ta’alla mudahkan lisannya untuk mengucapkan bahasa Arab adalah Ya'rub bin Qahthan. Dia merupakan nenek moyang seluruh penduduk negeri Yaman, mereka adalah Arab asli. Dan ketika nabi Isma'il 'alihi sallam tumbuh dewasa bersama mereka, berbicara dengan menggunakan bahasa mereka, maka beliau dan anak keturunannya dinamakan dengan Arab keturunan".[12] Sesungguhnya anak keturunan nabi Isma'il 'alaihi sallam berkembang di Arabah yaitu daerah yang masuk dalam wilayah Tuhamah, lalu mereka menisbatkan diri kepada negerinya tersebut, dan bagi tiap orang yang tinggal di negeri Arab dan sekitarnya, serta berbahasa Arab, baik yang berasal dari Yaman ataupun Ma'ad. Al-Azhari menuturkan, "Pendapat yang kuat menurutku, mereka menamakan diri dengan orang Arab dikarenakan menisbatkan kepada negerinya, yaitu al-Arabaat".[13]Adapun yang dimaksud dengan Arab, asalnya ada nama bagi suatu komunitas, mereka merupakan cabang pokok dari anak keturunana Samiyin, yakni kaum yang menisbatkan diri kepada Sam bin Nuh 'alaihi sallam.[14] Dan para ahli sejarah membagi orang Arab terbagi menjadi dua kelompok, pertama yang telah musnah, kedua yang masih tetap kekal, sedangkan komunitas yang masih ada terbagi menjadi Arab asli, dan yang kedua Arab keturunan [15]. Atau seperti yang dikatakan oleh sebagian ahli sejarah, ada Arab bagian selatan dan Arab bagian utara.[16] Sedangkan asal keturunan Arab, maka para ulama nasab sepakat jika orang Arab semuanya adalah anak keturunan nabi Isma'il dan Qahthan.[17]Dan yang kita maksud dalam pembahasan ini ialah orang arab dari dua keturunan tadi yaitu anak keturunan nabi Isma'il yang dikenal dengan Adnaniyuun dan anak keturunan Qahthan yang lebih dikenal dengan Kedua Pengertian Jahiliyah dan Siapa Yang Dimaksud Dengan secara terminologi masdar shina'i dari isim fa'il 'Jahil' dengan cara ditambahkan padanya huruf 'Ya' yang menunjuk pada penisbatan lalu ditambah lagi dengan huruf 'Ta Ta'nits', Ta' yang menunjukan perempuan. Sehingga kesimpulannya bisa diketahui bahwa asal kata Jahiliyah berasal dari kata Jahil yang merupakan isim fa'il, pecahaan dari kata kata al-Jahl mempunyai beberapa makna, seperti dikatakan oleh ahli bahasa, diantaranyaPakar bahasa yang bernama Ibnu Mandhur menjelaskan, "al-Jahl artinya tidak memiliki ilmu, seperti dikatakan si fulan bodoh ketika Jahlan tidak paham, Jahalatan tatkala bodoh tentangnya, dan Tajahala ketika menampakan kebodohannya. Dan Juhalah yang bermakna melakukan sesuatu tanpa didasari ilmu".[18]Al-Alusi menuturkan, "al-Jahl juga mempunyai arti orang yang tidak mau mengikuti ilmu, sehingga orang yang berbicara menyelisihi kebenaran, baik dirinya paham tentang kebenaran tersebut ataupun tidak maka dinamakan dia orang yang Jahil bodoh".[19]Begitu pula orang yang mengamalkan lawan dari kebenaran maka dia dinamakan bodoh walaupun dirinya paham jika dirinya sedangkan mengamalkan amalan yang menyelisihi kebenaran.[20]Dari sini kita mendapati kekeliruan sebagian orang, sebagaimana dijumpai dalam beberapa kamus, yang mengatakan, kalau jahiliyah menunjukan tentang zaman yang penuh dengan kebodohan yang tidak mempunyai ilmu sama sekali serta tidak bisa baca tulis, maka ucapan ini kurang tepat, sebab, orang Arab sebagaimana yang kita ketahui mereka mempunyai ilmu dan bukti yang menunjukan akan tersebut ialah bahasa dan kefasihan mereka serta kekuatan lisan yang mereka miliki. Ditambah syair-syair mereka serta tulisan-tulisannya ketika berpidato. Demikian pula sejarah memberikan pencerahan pada kita jika mereka mempunyai ilmu pengetahuan tentang perbintangan, ilmu falak, paham kapan bintang itu tenggelam dan kapan terbitnya, mengetahui prakiraan cuaca, kapan akan turun hujan, angin dan juga mereka mengetahui hal tersebut melalui uji coba yang sering dilakukan dan juga penelitian dan memperhatikan secara seksama, tentunya, mereka pelajari semua itu tidak melalui ilmu filsafat, tidak pula belajar kepada orang lain.[21]Sedangkan Jahiliyah secara etiomologiJahiliyah sering diartikan dengan suatu zaman yang ada sebelum kedatangan agama Islam, inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Khalawih [22], "Sesungguhnya penamaan ini perkara baru dalam agama Islam, dan sering diartikan dengan zaman sebelum diutusnya nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam".[23] Dan para pakar sejarah, dan peneliti sepakat dengan pendapat diatas. Seperti dikatakan oleh Ibnu Hajar, "Inilah yang sering diartikan, diantara nash yang mendukung ialah firman Allah azza wa jalla﴿ يَظُنُّونَ بِٱللَّهِ غَيۡرَ ٱلۡحَقِّ ظَنَّ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِۖ ١٥٤﴾ [ آل عمران 154 ]"Mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah". QS al-Imran 154.Beliau melanjutkan, "Adapun pernyataan Imam Nawawi dalam berbagai kesempatan dalam bukunya Syarh Muslim, bahwa inilah yang dimaksud sesuai dengan apa adanya. Maka ucapan beliau perlu dikritisi, sebab kata ini yakni Jahiliyah sering diartikan dengan makna sesuatu yang telah lewat, yang dimaksud masa sebelum datangnya agama Islam, dan dijelaskan batas terakhirnya ialah pasca penaklukan kota Makah".[24]Pembagian Jahiliyah dan macamnyaJahiliyah terbagi menjadi dua macam Jahiliyah secara umum, ialah Jahiliyah sebelum diutusnya nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam, dan jahiliyah pada zaman tersebut itulah yang disematkan kebodohan kepada para penghuni. Sebab ucapan dan perbuatan mereka hanyalah diada-adakan oleh para juhal, karena hanya dilakukan oleh orang yang bodoh, begitu pula setiap perkara yang menyelisihi apa yang dibawa oleh para rasul yang dikerjakan oleh orang Yahudi dan Nashrani, maka zaman tersebut dinamakan Jahiliyah secara kedua Jahiliyah secara khusus, ialah kebodohan setelah diutusnya nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam, seperti yang dikatakan oleh nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam dalam sabdanyaقال رسول الله صلى الله عليه وسلم مبتغ في الإسلام سنة الجاهلية » [أخرجه البخاري]"Orang yang durhaka dalam Islam mengikuti metodenya Jahiliyah".[25]Yang dimaksud dalam lafad hadits diatas ialah Jahiliyah dalam konteks yang umum, sama saja apakah dari kalangan Yahudi atau Nashrani, Majusi maupun Shobi'ah, paganisme ataupun monotisme, maka orang yang durhaka secara keseluruhan ataupun sebagiannya saja dinamakan Jahiliyah. Atau orang yang menyematkan sebagian ritual dari ajaran-ajaran Jahiliyah ini, maka semuanya, baik yang baru saja dilakukan ataupun yang telah lama dipraktekan dinamakan dengan Jahiliyah setelah diutusnya nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi secara sekilas lafad Jahiliyah tidak disematkan melainkan kepada orang Arab yang hidup sebelum datangnya cahaya Islam. Dan kedua makna diatas tidak saling kontradiksi karena memiliki kesamaan makna. Namun, Jahiliyah yang khusus ini masih terbagi lagi menjadi duaJahiliyah secara bebas yaitu Jahiliyah yang berada disuatu negeri namun tidak ada pada negeri yang lain, sebagaimana Jahiliyah yang ada dinegeri kafir. Bisa pula jahiliyah yang ada pada seseorang tapi tidak pada orang lain, seperti non muslim sebelum masuk islam. Maka orang-orang tersebut dikatakan Jahiliyah walaupun tinggalnya dinegeri makna Jahiliyah secara bebas bila ditarik kezaman maka sudah dihapus dengan datangnya agama Islam, sehingga tidak ada istilah zaman Jahilyah lagi setelah diutusnya nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi sallam. Sebab akan senantiasa ada dikalangan umat ini, kelompok yang selalu berada diatas kebenaran hingga datangnya hari kedua Jahiliyah dengan arti yang lebih sempit, yaitu jahiliyah yang mencokol pada sebagian negeri-negeri kaum muslimin, dan pada kebanyakan pribadi muslim, inilah yang dimaksud dalam sabda nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi sallamقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أَرْبَعٌ فِى أُمَّتِى مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُونَهُنَّ.. » [أخرجه مسلم]"Ada empat perkara dikalangan umatku yang termasuk perkara Jahiliyah yang mereka tidak akan meninggalkanya..".[26]Juga yang disinggung dalam sabda beliauقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّكَ امْرُؤٌ فِيكَ جَاهِلِيَّةٌ » [أخرجه البخاري ومسلم]"Sesungguhnya pada dirimu masih ada watak jahiliyah yang mencokol".[27]Dan juga hadits-hadits yang senada dengan ini. dan barangkali jahiliyah pada abad kedua puluh ini -seperti yang didengungkan oleh sebagian orang- dari sisi ini, tentunya dengan makna yang lebih luas, dan jauh masuk kedalam lubuk umat ini. wallahu a' zamaniyah Jahiliyah dan Yang Dimaksud DenganyaMasa yang dilalui oleh kaum jahiliyah tidak bisa diprediksi secara pasti berapa lamanya, demikian pula tidak bisa dibatasi secara rinci dari satu keadaan sampai pada keadaan tertentu, oleh sebab itu, masalah ini adalah masalah yang terjadi tarik ulur pendapat dikalangan ulama, sehingga ada pendapat dan juga sanggahannya, apalagi dengan zaman yang disebutkan oleh al-Qur'an tentang Jahiliyah yang pertama. Dimana para pakar berselisih pendapat dengan pendapat yang sangat demikian perkaranya, diantara perkara yang tidak diragukan lagi, bahkan bisa dikatakan sebagai kesepatakan bersama bahwa salah satu tanda yang paling menonjol dari dua kurun Jahiliyah yang pertama dan kedua, yang datang sebelum diutusnya Rasulallah Shalallahu 'alaihi sallam, ialah1. Jahiliyah pertama. Mereka ialah kaum Jahiliyah kuno yang sejarahnya telah ditelan zaman, karena lamanya. Yang hanya bisa dikenali para pelakunya, semisal, Arab asli, atau Arab yang dibinasakan, dari kaum Aad dan Tsamud, Thasam dan Jadis, Mamalik dan Madyan, Aim dan Hadra Maut serta Jurhum generasi Jahiliyah yang dekat dengan zaman munculnya Islam, atau yang turut langsung menyaksikan kemunculannya, yang kurang lebih antara empat ataupun lima masa. Dimana orang-orangnya menisbatkan pada Arab atau kepada generasi sebelumnya yaitu sebagai keturuan Arab asli dan Arab keturunan, sama saja apakah mereka anak keturunan dari Qahthan yang ketika itu tinggal di Yaman dan disebelah selatan jazirah Arab, atau Arab dari anak keturunannya nabi Isma'il yang dikenal dengan Adnaniyun yang tinggal di Tuhamah, Hijaz dan Nejed, dan yang berada didataran tinggi negeri Persia, Irak dan Syam. Merekalah orang-orang Arab pertama yang kita mengambil bahasa Arabnya, baik bait syair maupun dialeknya. Dengan bahasa merekalah al-Qur'an diturunkan, serta dari kalangan mereka keluar seorang rasul dari keturunan Arab yang jujur lagi amanah. Mereka itulah yang kami maksud dalam pembahasan kita kali ini.[28][1] . Lisanul Arab 9/113.[2] . Lihat penjelasannya dalam kitab Rahiqum Makhtum hal 19 oleh Syaikh Mubarakfuri. Dan kitab Tarikh Jaziratil Arab hal 16 oleh D. Abdullah bin Sholeh al-Utsaimin.[3] . Iqtidho Shirathol Mustaqim hal 166. Ibnu Taimiyah.[4] . Lihat Rahiqum Makhtum hal 19 oleh Syaikh Mubarakfuri.[5] . Tarikh Jaziratil Arab hal 16 oleh D. Abdullah bin Sholeh al-Utsaimin.[6] . Beliau adalah Yaqut bin Abdillah ar-Rumi, al-Hamawi, Abu Abdillah, sejarahwan, sastrawan, penyair, ahli bahasa, ahli nahwu, diantara karya tulisnya ialah Mu'jamul Buldan, Akhbar al-Mutanabi, lahir dinegeri Romawi tahun 574 H. meninggal pada tahun 626 H. lihat biografinya dalam kitab Mu'jam Mu'alifin 13/178-179.[7] . Mu'jam Buldan 2/137.[8] . Lihat penjelasannya dalam Tarikh Madzaahib Islam hal 4-5 oleh Khadari Baek.[9] . Rahiqum Makhtum hal 19 Syaikh Mubarakfuri.[10]. Beliau adalah Abul Ma'ali Mahmud Syukri bin Abdillah bin Mahmud bin Abdullah bin Mahmud al-Husaini, al-Alusi, al-Baghdadi. Sejarahwan, sastrawan, ahli bahasa, termasuk ulama Islam. Lahir pada 19 Ramadhan tahun 1273 H, mempunyai kajian dirumahnya dan beberapa masjid, beliau memiliki kisah dan sikap terpuji bersama penguasa Alu Utsman. Meninggal di Baghdad tahun 1342 H. beliau banyak meninggalkan karya tulis diantaranya, Bulughul Arib fii Ahwalil Arab, Ghayatul Amani 'ala Nabahani, Fathul Manan. Lihat biografinya secara lengkap dalam Mu'jamul Mu'alifin 12/169.[11] . Bulughul Arib fii Ahwalil Arab 1/8.[12] . Lisanul Arab 9/114.[13] . Ibid.[14] . Lihat keterangannya dalam Tarikh Ibnu Khaldun 2/8, 46-47.[15] . Tarikh Ibnu Khaldun 2/18. Raudhatu Unuf 1/19-31 oleh as-Suhaili.[16] . Tarikh Jaziratil Arab hal 20 oleh D. Abdullah bin Sholeh al-Utsaimin.[17] . Sirah Nabawiyah 1/17 Ibnu Hisyam. Jaziratil Arab Mashir Ardhi wa Umaah hal 54 oleh Muhammad Walad Daduh.[18] . Lisanul Arab 2/402.[19] . Bulughul Arib fii Ahwalil Arab 1/16. lihat pula keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidha Shiratol Mustaqim hal 77.[20] . Ibid.[21] . Tarikh Mukhtashar Duwal hal 94 oleh Ibnul Shabri.[22] . Beliau adalah al-Husain bin Ahmad bin Khalawaih bin Hamdan bin al-Hamdzani. Abu Abdullah. Ahli Nahwu, ahli bahasa, berasal dari Hamdzani, kemudian pindah ke Baghdad. Beliau sempat berjumpa dengan ulama besar di Baghdad dan menimba ilmu dari Abu Bakar al-Anbari, Ibnu Darid, Abu Umar az-Zahid serta yang lainnya. Beliau meninggal di kota Halab pada tahun 370 H. lihat biografinya dalam Mu'jam Mu'alifin 3/310-311.[23] . Bulughul Arib fii Ahwalil Arab 1/15 oleh al-Alusi.[24] . Fathul Bari 7/149.[25] . HR Bukhari no 6882.[26] . HR Muslim no 934.[27] . HR Bukhari no 6050. Muslim no 1661.[28] . Lihat keterangannya dalam buku Syirku Jahili, wa Alihatal Arab al-Ma'budah qobla Islam hal 13-14 oleh D. Yahya bin Ahmad Syami.
Jakarta - Dalam buku Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad oleh Moenawar Khalil, istilah jahiliyah menurut kamus bahasa Arab adalah 'kebodohan'. Mereka yang dimaksud dengan bangsa jahiliyah adalah golongan penyembah patung atau berhala di wilayah Arab, sebelum Islam datang kepada juga dalam buku tersebut, berdasarkan ensiklopedia bahasa Arab, maksud dari jahiliyah adalah keadaan manusia sebelum dibangkitkannya Nabi Muhammad SAW, atau golongan manusia yang hidup sebelum Nabi Muhammad datang. Mereka juga sudah tidak mengikuti pimpinan Nabi Allah yang pernah datang kepada mengutip referensi yang sama, jahiliyah juga adalah bangsa yang berada dalam kebodohan, namun yang dimaksud oleh Islam bukanlah sebuah kebodohan dalam arti "tidak mempunyai pengetahuan, kepandaian, kecerdasan berpikir, atau kecakapan kerja". Maksudnya adalah kebodohan yang kaitannya dengan keimanan terhadap Allah, juga kebodohan dan sifat dungu atas peraturan Allah dan hukum-Nya di alam semesta ini. Istilah jahiliyah juga disebutkan dalam Al-Quran salah satunya dalam Al Ahzab ayat 33وَقَرْنَ فِى بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ ٱلْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعْنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجْسَ أَهْلَ ٱلْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًاArtinya "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."Mengutip referensi lain dari buku Jahiliyah Jilid II oleh Muhammad Hendra, sebelum datangnya Nabi Muhammad, bangsa Arab sudah membangun sistem politik, pengetahuan, pemerintahan, dan kebudayaan yang baik. Adapun istilah bangsa jahiliyah sebelum datangnya Nabi, disebutkan identik dengan sifat manusianya yang tidak manusiawi. Karena pada zaman jahiliyah, terkenal dengan kekejaman, peperangan, minum-minuman, foya-foya, dan juga merendahkan derajat seorang sahabat nabi bernama Hudzaifah pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, kita pernah merasakan hidup di zaman jahiliyah yang penuh keburukan, kemudian Allah mengganti masa ini dengan kebaikan datangnya Islam, apakah setelah ini akan datang kembali keburukan-keburukan itu perilaku jahiliyah?" Rasulullah menjawab "Ya, masa itu akan datang kembali lagi."Sehingga secara sosiologis, menurut Prof. Suyuthi Pulungan dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam, masyarakat Arab jahiliyah bisa juga diartikan sebagai masyarakat yang tidak harmonis. Ketidakharmonisan itu berdampak luas pada perbuatan negatif yang muncul dan membuat mereka hidup dalam kesesatan dan kezaliman. Kezaliman mereka juga disebabkan oleh rasa ketidak tertarikannya pada agama yang diajarkan oleh Nabi dan Rasul penjelasan mengenai sebab bangsa Arab sebelum mengenal Islam disebut dengan bangsa jahiliyah.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Watak, kepribadian, pola hidup semuanya berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kadang mereka tak pernah menyadari dengan segala perbuatan yang dilakukannya, hingga akhirnya membuahkan aib dan merusak citra dirinya. Berikut saya akan membahas mengenai kehidupan jahiliyah di masa dahulu hingga yang terjadi hari Siapa yang tidak tahu dengan ini, Pengertian Jahiliyah dalam hal ini bermakna tidak menggunakan “hati” dan atau “pikiran” mereka. Masih ingat salah satu bait lagu Bimbo yang sangat populer “bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar”. Seperti itulah gambaran Jahiliyah, mereka tahu bahwa yang mereka lakukan itu “salah” tetapi tetap pada kesombongan, keangkuhan, kekerasan, prestise, jabatan, dan tujuan yang akan mengalahkan segalanya. Sebagai contoh kejadian-kejadian pada zaman Nabi Ibrahim, ajaran Nabi Ibrahim kepada kaumnya, termasuk ayah kandungnya sendiri tidak diindahkan sama sekali, agar tidak menyembah dan mempertuhankan berhala-berhala. Perempuan hanya dijadikan budak pemuas nafsunya, anak-anak ditelantarkan. Yang ada pada zaman itu hanya peperangan-peperangan antar suku untuk mencapai boleh jadi Jahiliyah pada zaman Arab sebelum Nabi Muhammad diutus Islam datang akan dan bahkan terjadi pada zaman modern ini. Kita banyak menyaksikan bagaimana orang-orang yang terkenal dengan kecerdasan, keintelektualan mereka, tapi dengan semena-mena berbuat seenaknya saja demi mencapai suatu tujuan. Mereka bukan bodoh, tetapi membodohi diri sendiri. Mereka bukan tidak tahu, tapi pura-pura tidak tahu. Dengan kecerdasannya mereka membodohi masyarakat, terutama masyarakat bawah, dengan kekuasaanya mereka memperbudak rakyat. Itulah gambaran singkat perilaku jahiliyah di zaman modern ini. Semoga kita termasuk orang yang selalu diberi cahaya dan petunjuk yang lurus ihdzinash-shirathal mustaqim, sehingga kita tidak termasuk manusia-manusia dengan sebutan Jahiliyah Modern. Beberapa contoh kekejaman jahiliyah kunoüBetapa di jaman dulu orang mendengar bengisnya bangsa Arab pada saat itu, karena merasa setiap kelahiran seorang anak perempuan menjadikan aib buat keluarga mereka, sehingga sebuah tindakan yang di jaman itu yang sudah dianggap biasa tanpa merasa berdosa hanya karena malu mempunyai anak perempuan dengan membunuhnya atau mengubur sang bayi dalam keadaan kalau ditilik dengan jaman yang serba modern dan penuh dengan perjuangan tentang Hak Asasi Manusia HAM, sepertinya saat ini jahiliyah merupakan cerita kuno, sebagai isapan jempol, kita semua tidak merasa bahwa saat ini kita sedang berada di zaman Jahiliyah Modern, mengalami saat yang serupa dengan kehidupan jahiliyah dizaman sebelum Rasulullah Muhammad saw. Betapa tidak? Coba saja dengar, lihat dan baca di media masa mengenai banyaknya kasus pembunuhan, tidak hanya terhadap kaum wanita, tapi sekarang terhadap semua manusia wanita hanya menjadi simbol “kelemahan” semata. Kelemahan terhadap kekuasaan, kekuatan, kesempatan, kemiskinan, ketersudutan kepentingan, pengangguran, krisis mental, dll…semua ini adalah metamorfosa / pengulangan dari jaman jahiliyah kuno yang dimunculkan di jaman modern hanya bayi perempuan saja yang dibunuh, bahkan ayah kandungnya sendiri, ibu kandungnya sendiri, keluarganya sendiri, kalau nafsu syaithan sudah memuncak, tidak ada yang bisa menghalangi si “jahil” dari perbuatan “membunuhnya”. Berita orang-orang terkenal yang dengan terus terang tanpa beban membeberkan aibnya dengan cara aborsi demi sebuah alasan mempertahankan kehormatannya mana mungkin menjadi terhormat dengan cara melakukan aborsi?, bahkan dengan tidak malu-malu dan tidak merasa bersalah menceritakannya kepada media massa dengan bangganya. Naudzubillah. Coba bandingkan pembunuhan bayi-bayi yang tidak berdosa di zaman dulu dengan zaman sekarang. Di zaman sekarang pun marak terjadi kasus pembuangan bayi, bahkan oleh orang tuanya sendiri. Tidakkah perbuatan ini sama kejamnya dengan apa yang dilakukan di zaman jahiliyah dulu?. Kasus demikian biasanya di jumpai karena masalah ekonomi atau karena bayi tersebut hasil dari hubungan gelap. Miris sekali!! Lihat Pendidikan Selengkapnya
Bangsa Arab sebelum Islam datang disebut dengan Arab Jahiliyah. Ilustrasi bangsa Arab pra Isla. JAKARTA – Sebelum datangnya Islam, bangsa Arab kerap menampakkan budaya-budaya tidak baik dan dikenal dengan sebutan jahiliyah. Pertumbuhan kejahilan ini tidak diisi dengan keterisian akhlak. Dalam buku Akhlak Tasawuf karya Abuddin Nata dijelaskan, bangsa Arab di zaman jahiliyah tidak memiliki ahli filsafat yang mengajak pada aliran paham tertentu. Hal itu sebagaimana berbeda yang dijumpai pada bangsa Yunani dan Romawi. Tidak adanya ahli filsafat pada masa itu disebabkan tidak berkembangnya kegiatan ilmiah di kalangan masyarakat Arab. Pada masa itu, bangsa Arab hanya mempunyai ahli hikmah dan ahli syair. Di dalam kata-kata hikmah dan syair tersebut, dapat dijumpai ajaran yang memerintahkan agar berbuat baik dan menjauhi keburukan. Mendorong pada perbuatan yang utama dan menjauhi dari perbuatan yang tercela dan hina. Hal yang dikemukakan misalnya terlihat pada kata-kata hikmah yang dikemukakan Luqmanul Hakim, Aktsam bin Shaifi, dan pada syair yang dikarang oleh Zuhair bin Abi Sulma, hingga Hakim Al-Thai. Masa jahiliyah bangsa Arab tentunya berbeda setelah Islam menyapa. Ajaran akhlak pada masa Islam menemukan bentuknya yang sempurna. Dengan titik pangkalnya kepada Allah dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mengajak manusia agar percaya kepada Allah SWT dan mengakui bahwa Dia-lah Pencipta, Pemilik, Pemelihara, Pelindung, Pemberi Rahmat, Pengasih, dan Penyayang terhadap segala makhluk-Nya.
Sebagai agama yang bijak, Islam tahu bagaimana cara menyikapi tradisi-tradisi yang sudah bercokol pada zaman jahiliyah. Ada tradisi yang diadopsi karena memiliki semangat yang sama dengan nilai-nilai Islam, ada yang dimodifikasi karena beberapa isinya tidak lagi relevan, dan ada pula yang dihapus sama sekali karena dianggap bertentangan dengan syariat. Contoh tradisi jahiliyah yang sama dengan nilai-nilai Islam adalah penghormatan terhadap empat bulan haram asyhurul ḫurum. Sementara tradisi yang mengalami modifikasi seperti ibadah haji yang sudah eksis sejak zaman jahiliah, tapi banyak praktik-praktik yang menyimpang. Sedangkan tradisi yang dihapus sama sekali seperti kebiasaan minum khamr dan bermain judi. Pada pembahasan sebelumnya, penulis sudah jelaskan dua model tradisi yang pertama. Pada kesempatan ini, akan dijelaskan model yang ketiga. Meminum khamr Dalam kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyah, meminum khamr sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat. Sehingga meminumnya adalah hal wajar, apalagi banyak keuntungan yang diperoleh orang Arab dari minuman tersebut. Menyadari hal itu, Islam tidak sera merta melarangnya, tetapi dengan bertahap. Jika dilakukan sekaligus, khawatir akan mendapat penolakan, mengingat minuman ini sudah menjadi bagian dari hidup mereka. Berkaitan dengan hal ini, Imam Fakhruddin ar-Razi mengutip Al-Qaffal mengatakan, والحكمة في وقوع التحريم على هذا الترتيب أن الله تعالى علم أن القوم قد كانوا ألفوا شرب الخمر ، وكان انتفاعهم بذلك كثيرا ، فعلم أنه لو منعهم دفعة واحدة لشق ذلك عليهم ، فلا جرم استعمل في التحريم هذا التدريج ، وهذا الرفق. “Hikmah di balik pengharaman khamr secara bertahap adalah karena tradisi meminum khamr bagi bangsa Arab saat itu sudah melekat kuat, di samping mereka juga merasakan banyak manfaat dari minuman tersebut. Sehingga jika khamr dilarang dengan seketika, jelas akan mempersulit umat. Maka diambillah metode bertahap tadrîj sebagai wuduj kasih sayang." Ar-Razi, Tafsîr Mafâtiḫul Ghaib, [Beirut Darul Fikr, 1981], juz VI, h. 43 Secara detail ar-Razi dalam tafsirnya memaparkan, proses pengharaman meminum khamr sampai menurunkan empat ayat Al-Qur’an. Pertama adalah surat An-Nahl ayat 67 berikut, وَمِن ثَمَرَٰتِ ٱلنَّخِيلِ وَٱلۡأَعۡنَٰبِ تَتَّخِذُونَ مِنۡهُ سَكَرٗا وَرِزۡقًا حَسَنًاۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ Artinya “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Allah bagi orang yang memikirkan.” QS. An-Nahl [16] 67 Ayat di atas memang menyinggung soal minuman khamr. Redaksinya jelas, minuman memabukkan terbuat dari perasan buah anggur atau kurma. Hanya saja, saat itu belum diharamkan, sehingga umat Muslim masih mengonsumsinya sebagaimana sudah menjadi tradisi. Sampai kemudian datang Umar bin Khattab, Mu’adz bin Jabal, dan sekelompok sahabat yang mengeluh kepada Nabi Muhammad saw perihal efek negatif akibat mengkonsumsi khamr. “Wahai Rasulullah, berikan kami fatwa tentang khamr. Minuman itu telah membuat akal menjadi terganggu dan harta tergerus,” kata mereka. Kemudian turunlah ayat Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 219 berikut, يَسْئَلُوْنَكَ نَكَ عَنِ ٱلۡخَمۡرِ وَٱلۡمَيۡسِرِۖ قُلۡ فِيهِمَآ إِثۡمٞ كَبِيرٞ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَإِثۡمُهُمَآ أَكۡبَرُ مِن نَّفۡعِهِمَاۗ وَ يَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلِ ٱلۡعَفۡوَۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّكُمۡ تَتَفَكَّرُونَ Artinya “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah Yang lebih dari keperluan’. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” QS. Al-Baqarah [2] 219 Ayat ini belum menghukumi khamr sebagai minuman haram. Hanya saja, Allah swt memberi penjelasan bahwa selain khamr memiliki banyak manfaat seperti bisa diperjualbelikan untuk memperoleh penghasilan, minuman ini juga memiliki dampak buruk yang lebih banyak dibanding manfaatnya. Secara logika, orang pasti akan cenderung memilih mana yang lebih maslahat, yaitu tidak meminum khamr. Dengan kata lain, motif ayat tersebut adalah untuk menggiring opini publik terhadap persepsi minuman khamr agar lebih baik ditinggalkan. Dengan turunnya ayat ini, sebagian masyarakat mulai meninggalkan khamr. Sampai kemudian Abdurrahman bin Auf mengundang banyak orang untuk meminum khamr hingga mabuk. Dalam keadaan masih mabuk, sebagian dari mereka melaksanakan shalat. Kebetulan yang dibaca adalah surat Al-Kafirun, tapi terjadi kesalahan dengan redaksi, قُلۡ يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡكَٰفِرُونَ أَعۡبُدُ مَا تَعۡبُدُونَ Artinya “Katakanlah Hai orang-orang kafir, Aku akan menyembah apa yang kamu sembah.” Semestinya ada la nafi لا sebelum kata أَعۡبُدُ sehingga artinya tidak menyembah’, bukan menyembah’. Jelas ini bukan persoalan sepele karena mengubah ayat Al-Qur’an yang berbahaya secara akidah, yaitu mengakui sesembahan orang-orang kafir. Kemudian turunlah Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 43, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَقۡرَبُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنتُمۡ سُكَٰرَىٰ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk...” QS. An-Nisa [4] 43 Setelah turun ayat tersebut, jumlah orang yang mengkonsumsi khamr sangat sedikit. Sampai kemudian sejumlah kaum Anshar berkumpul untuk meminum khamr, ikut serta di dalamnya Sa’d bin Abi Waqash. Begitu sudah mabuk, mereka tampak saling berbangga diri dan bersahut dengan syair sesuatu yang lumrah di bangsa Arab saat itu. Dalam keadaan masih mabuk, Sa’ad menggubah sebuah syair yang menyinggung kaum Anshar. Merasa tersinggung, salah seorang dari Anshar memukul Sa’d dengan tulang rahang unta sampai Sa’d terluka. Dari kejadian itu, Umar bin Khattab mengadu kepada Rasulullah dan memohon kepada Allah, “Ya Allah, berilah kami penjelasan yang memuaskan terkait khamr.” Lalu turunlah Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 90, يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡخَمۡرُ وَٱلۡمَيۡسِرُ وَٱلۡأَنصَابُ وَٱلۡأَزۡلَٰمُ رِجۡسٞ مِّنۡ عَمَلِ ٱلشَّيۡطَٰنِ فَٱجۡتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ Artinya “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” QS. Al-Maidah [5] 90 ar-Razi, juz VI, h. 43 Sejak saat itulah khamr secara resmi diharamkan oleh Islam, tepatnya pada tahun tiga hijriah atau setelah peristiwa perah Uhud. Perang Uhud sendiri terjadi pada bulan Syawal tahun tiga hijriah. Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’ânil Adzîm, [Beirut Mu’assasah ar-Risalah, 2006], juz VIII, h. 156 Bersamaan dengan pengharaman khamr pula, ayat di atas juga mengharamkan tradisi bangsa Arab lainnya, yaitu permainan judi yang dalam bahasa Arab disebutkan dengan kata al-maisir. Melalui proses pengharaman minuman khamr di atas, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa dalam memberantas tradisi yang menyimpang dari syariat dan sudah mengakar kuat di masyarakat, Islam tetap bermain bijak, tidak gegabah. Ini menjadi metode dakwah yang sangat penting agar Islam mudah diterima oleh lapisan masyarakat mana pun. Muhamad Abror, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek-Cirebon dan Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta
pada zaman dahulu kala pada zaman jahiliyah